WTO Engkau Lagi Apa Sekarang ?

Loading

images

Oleh: Fauzi Aziz

SEMANGAT regionalisasi kini makin nyata dan makin menguat dalam globalisasi yang dibangun dalam semangat kerjasama ekonomi. Sementara itu, semangat multilateralisasi nampak mengendur sehingga menimbulkan pertanyaan “WTO Engkau Lagi Apa?”.

Semoga saja WTO sedang bekerja seperti biasa memikirkan bagaimana perdagangan dunia berjalan secara eskalatif. Berdagang adalah hak semua bangsa di dunia untuk melakukannya. Lalu lintasnya harus dijamin lancar oleh para pihak karena barang dan jasa yang diperdagangkan  diperlukan untuk berbagai keperluan.

Berdagang adalah fitrah dan perdagangan adalah keniscayaan. Setiap hasil yang diperoleh dari kegiatan perdagangan harus memberi manfaat secara seimbang. Perdagangan yang lancar sangat diperlukan karena proses ini yang diperlukan.

Perdagangan bukan alat politik kepentingan. Karena itu tidak bisa diatur oleh kelompok kepentingan. Inilah mengapa peran WTO seringkali dipertanyakan sebagai pengatur lalulintas perdagangan dunia. Bagaiamana dengan perdagangan bebas (free trade)?. Opini ini bisa memberikan pandangan bahwa perdagangan bebas adalah “proyek politik ekonomi liberal”.

Setelah berjalan sekian tahun lamanya, perdagangan bebas ini telah memproduksi ketimpangan bukan membangun kemakmuran bangsa. Adam Smith dalam pandangannya lebih menekankan bahwa bangsa-bangsa di dunia akan paling baik menciptakan nilai dan kekayaan dengan cara menggunakan prinsip pembagian kerja, setiap pekerja menjadi seseorang spesialis dan dengan demikian menjadi produktif pada satu bidang tertentu.

Dalam keadaan ini, tidak seorangpun mampu menciptakan sesuatu yang diperlukan. Ia dapat memperoleh barang dengan mempertukarkan nilai yang dihasilkannya melalui pekerjaan nya. Pemikiran ini bisa dimengerti dan rasanya ini yang sekarang didorong agar ekononomi dan industri bekerja dengan menjunjung prinsip “pembagian kerja internasional” (internasional division of labour).

Prinsip kerjasama ekonomi di kawasan regional dan yang dilakukan secara bilateral harus dibangun dalam kerangka melaksanakan prinsip pembagian kerja internasional. Tidak perlu distigma dengan menganjurkan pelaksanaan perdagangan bebas. Boleh dikatakan tidak diarahkan agar tidak saling melakukan kompetisi, tetapi lebih berbagi pekerjaan di antara bangsa-bangsa di dunia.

Prinsip ini yang kemudian memunculkan prinsip dalam industrialiasasi yang disebut dengan istilah global industry networking. Prinsip ini menurut hemat penulis adalah sangat mengedepankan semangat kerjasama industri. Dan bisa dikatakan lebih didorong ke arah terjadinya kolaborasi dan aliansi.

Dalam tatanan perdagangan internasional, bingkainya yang tepat sebagai mekanisme adalah masing-masing negara harus bisa menjamin proses pertukarannya berjalan lancar bukan harus dibungkus dalam mekanisme perdagangan bebas.

Kelancaran arus barang dan jasa yang menjadi arus utamanya, bukan kebebasan arus barang dan jasa yang dipakai sebagai mekanismenya karena perdagangan bebas lebih tepat sebagai proyek politik kepentingan liberalisme dan kapitalisme. Oleh sebab itu, Jhon Maynard Keynes melihat kekurangan ini, baik pada ekonomi pasar bebas maupun ekonomi terencana.

Keynes menganjurkan suatu peran positif untuk dimainkan oleh pemerintah dalam rangka mengurangi kesengsaraan yang diakibatkan oleh siklus bisnis melalui pengelolaan yang cekatan terhadap pasokan uang dan kebijakan anggaran. Pandangan ini memberikan penegasan pasar bebas adalah tidak sehat malah lebih banyak menimbulkan sengsara daripada nikmat (kemakmuran) karena playing field yang berbeda antara negara maju dan negara berkembang.

Hanya saja intervensi pemerintah harus difahami sesuai dengan kaidah penuntunnya, yakni agar distorsi pasar dapat dihilangkan dengan tujuan supaya mekanisme pasar berjalan normal. Intervensi yang tidak bersifat menghambat tetapi sebaliknya harus memperlancar. Oleh sebab itu, deregulasi harus difahami sebagai upaya pemerintah mengurangi berbagai hambatan dalam pelaksanaan investasi, pembangunan industri dan pelaksanaan perdagangan baik dalam perdagangan di dalam negeri maupun ekspor agar semua proses bisnis berjalan lancar.

Dalam kaitan ini pula, intervensi pemerintah tadi juga diperlukan untuk melindungi dan mengamankan kepentingan ekonomi nasional. Semua negara pasti akan melaksanakan kebijakan proteksi ekonomi dalam negerinya. Omong kosong kalau ada negara yang mengabaikan kebijakan proteksi.

Contoh paling terkini adalah AS mengenakan Bea Masuk 500% atas impor baja dari Tiongkok. Mana perdagangan bebas? Nihil. Berdasarkan hal-hal yang disampaikan pada opini ini, maka untuk menjawab  pertanyaan “WTO Engkau Lagi Apa” hanya ada satu yakni berputarlah haluan peran dan fungsinya.

Yang perlu dilakukan adalah fokus pada mengatur bagaimana lalulintas kerjasama ekonomi yang berbasis pada penerapan prinsip pembagian kerja internasional dapat berjalan lancar. Lupakan perdagangan bebas karena hanya dipakai sebagai alat kapitalisme dan liberalisme yang hanya menghasilkan ketimpangan dan menyengsarakan.(penulis adalah  pemerhati masalah sosial,ekonomi dan industri)

CATEGORIES
TAGS