Site icon TubasMedia.com

Yang Menghambat dan Menghalang-halangi Fungsi dan Kerja Pers Dianggap Sebagai Perbuatan Kriminal

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal Sembiring Depari meminta Kapolri Jenderal Idham Azis mengusut tuntas dan melakukan langkah hukum terhadap oknum polisi yang menghambat tugas pers dengan merusak, merampas, dan menganiaya wartawan yang meliput unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja.

“Oknum petugas yang sengaja menghambat kemerdekaan pers secara terang-terangan harus diberi sanksi,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi di Jakarta, Sabtu (10/10/2020).

Menurutnya, wartawan dalam menjalankan tugas dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya pers sendiri. Dengan begitu, semua pihak, termasuk petugas Kepolisian, juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers.

“Pers bekerja berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers,” tegasnya.

Oleh karena itu, kata Atal, pihak mana pun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara.

Dalam Peraturan Dewan Pers telah diatur bahwa wartawan yang sedang melaksanakan tugas, alat-alat kerjanya tidak boleh dirusak atau dirampas.

Wartawan tersebut juga tidak boleh dianiaya, apalagi dibunuh. Jika wartawan yang meliput aksi protes UU Cipta Kerja sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai kode etik jurnalistik, seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum.

“Tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan, termasuk penganiayaan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi UU Cipta Kerja merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers,” tegasnya.

Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi mengatakan bahwa kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja bukan hanya terjadi di Jakarta. Berdasarkan laporan dari daerah, hal yang sama juga terjadi di Medan, Lampung, Bandung, dan beberapa provinsi lain.

Oleh karena itu, dia meminta pimpinan Polri memberikan pembinaan, pelatihan, dan pendidikan kepada polisi yang bertugas di lapangan tentang cara menghadapi pers di lapangan dan tidak main hakim sendiri. (sabar)

 

Exit mobile version