Site icon TubasMedia.com

Yang Penting Politik Kerja, Bukan Politik Wacana

Loading

200213-bb3

Oleh: Fauzi Aziz

ARAHAN presiden pada sidang Kabinet Paripurna, Kamis,7 April 2016 kepada para menteri diberikan penegasan untuk kesekian kalinya bahwa sekarang ini yang penting adalah melaksanakan politik kerja dan bukan menjalankan politik wacana atau rencana.

Kalau dilihat konteksnya, arahan tersebut memang benar karena kabinet kerja yang dipimpin Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK telah berjalan satu setengah tahun. Berarti masih ada sisa waktu 3,5 tahun lagi pemerintahan ini bekerja. Semua rencana sudah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2015-2019 dan memang masyarakat terus mengikuti perkembangannya atas
berbagai capaian kinerja kabinet.

Output nampaknya menjadi perhatian presiden. Jokowi tidak mau repot dengan urusan
diprosesnya. Sepanjang prosesnya dilakukan dengan benar dan governance-nya juga
terpenuhi, maka outputnya diharapkan juga baik dan berkualitas serta memenuhi harapan
seluruh rakyat.

Di balik politik kerja pasti ada resiko.Yang paling jelas tersirat adalah mundur dari anggota kabinet karena tidak mampu bekerja, apalagi berprestasi. Semua pihak harus menerima arahan ini secara legowo, khususnya yang berada dalam lingkungan K/L. Organisasi dan manajemen berarti harus efektif melaksanakan politik kerja yang berorientasi output.

Dalam konteks ini sebenarnya bagi presiden dan wakil presiden mudah saja melakukan kontrolnya. Sangat mudah dan sederhana pertanyaan yang diajukan kepada para pembantunya, yakni para menteri dan kepala lembaga. Pertanyaannya cukup dua hal saja, yakni APBN yang saudara menteri belanjakan, apa wujud pisiknya sudah bisa dinikmati rakyat secara langsung maupun tidak langsung.

Pertanyaan kedua adalah tunjukkan lokasinya agar presiden dapat mengecek saat kunjungan kerja ke daerah. Kalau ada progam pendampingan dan bantuan langsung kepada masyarakat, sebaiknya juga perlu ditanyakan apa hasilnya. Jika jawabannya tidak memuaskan berarti APBN/APBD digunakan secara business as usual.

Boros karena lebih banyak terpakai hanya untuk membiayai belanja rutin di K/L yang bersangkutan. Politik kerja telah memberikan konstelasi baru bagi birokrasi bahwa kerja harus ada hasilnya. Bukan sekedar hasilnya saja, tetapi juga harus bermanfaat bagi seluruh rakyat.

Perspektif lain yang dapat dicatat dengan politik kerja yang diarahkan presiden berarti bahwa birokrasi diharapkan semakin memiliki reputasi yang baik dalam mengelola progam dan anggaran. Pemangkasan belanja adalah salah satu tindakan pemerintah yang dapat dipahami sebagai bentuk rasionalisasi APBN yang ditujukan untuk belanja yang lebih berkualitas dan mampu memberikan ruang fiskal guna membiayai pembangunan infrastruktur dan investasi pemerintah.

Pollitik kerja membawa satu konsekwensi logis, dimana pemerintah sudah mengambil keputusan yang jelas bahwa belanja yang tidak berkualitas semakin dikurangi dan belanja yang berkualitas porsinya harus ditambah.

Inilah rasionalisasi kebijakan fiskal yang sudah diputuskan presiden dalam sidang kabinet paripurna 7 April 2016. Fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi perekonomian dari sistem APBN/APBD berarti harus dilihat kembali karena seluruh dana APBN/APBD yang dibelanjakan tiap tahun harus terkonversi secara nyata dalam pembangunan secara fisik dan non fisik yang bermanfaat bagi rakyat dan pertumbuhan ekonomi.

Selama ini sumbangan belanja pemerintah terhadap PDB hanya pada kisaran 9%. Angka ini bisa meningkat jika belanja yang berkualitas alokasinya makin besar dan didukung oleh tata kelola yang baik. Para menteri atau pimpinan lembaga sebagai Chief Operational Officer(COO) adalah pihak yang diminta bertanggungjawab penuh atas pelaksanaan progam dan anggaran di masing-masing K/L.

Fokus dan Bekerja

Ini berarti pula para COO dituntut untuk menetapkan politik anggaran di K/L-nya masing-masing dengan cara memberikan arahan dan perhatian penuh atas alokasi dan distribusi anggaran secara tepat dan cermat agar belanja yang dikeluarkan dapat memberikan kontribusi terhadap stabilitas ekonomi dan pertumbuhan.

Aparat pengawas internal sebaiknya fokus dan bekerja melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan,progam dan anggaran di masing-masing K/L. Fokus melaksanakan “Regulatory Im pact Assesment(RIA)”. RIA adalah suatu proses review mencakup analisis mendalam terhadap dampak sosial ekonomi dari suatu regulasi/kebijakan.

Pendek kata banyak hal yang bisa dicapai jika setiap aparat pengawasan intern pemerintah mampu menerap RIA dengan baik.Semoga bermanfaat bagi perjalanan panjang pemerintah mengurus negeri ini untuk mencapai cita citanya. (penulis adalah pemerhati masalah ekonomi dan industri.)

Exit mobile version